Tafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap Pemufakatan Jahat oleh Koruptor (Studi Putusan Nomor 21/PUU-XIV/2016)

  • irfan ardian syah STIH PERSADA BUNDA
Keywords: Korupsi, Pemufakatan Jahat, Mahkamah Konstitusi

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan tafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap pemufakatan jahat oleh koruptor berdasarkan  perkara Nomor 21/PUU-XIV/2016 serta untuk menjelaskan hubungan antara pemufakatan jahat menurut Pasal 88 KUHP dan pemufakatan jahat menurut Pasal 15 UU PTPK, baik sebelum maupun setelah ditetapkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XIV/2016. Jenis dari penelitian ini penelitian hukum normatif, sifatnya deskriptif. Hasil penelitian ini dapat dijelaskan tafsiran MK terhadap pemufakatan jahat oleh koruptor berguna untuk menjamin kepastian hukum. Akan tetapi, tindakan MK melakukan penafsiran tersebut termasuk tindakan yang melanggar hukum. Dengan demikian, dalam mengadili dan memutus perkara a quo, MK mengambil peran negatif, yaitu menegakkan hukum dengan melanggar hukum. Hubungan antara pemufakatan jahat menurut Pasal 88 KUHP dengan menurut Pasal 15 UU PTPK sebelum ditetapkan putusan a quo adalah tidak diterapkannya asas lex specialis derogat legi generalis, sedangkan setelah ditetapkan putusan a quo hubungannya adalah harus diterapkannya asas lex specialis derogat legi generalis. Simpulan, pertama, tafsiran MK terhadap pemufakatan jahat termasuk tindakan yang melanggar hukum karena MK tidak berwenang memberikan tafsir konstitusional dan/atau menetapkan putusan yang membentuk norma yang baru (positive legislature). MK mengambil peran negatif, yaitu menegakkan hukum dengan melanggar hukum. Hubungan antara pemufakatan jahat menurut Pasal 88 KUHP dengan pemufakatan jahat menurut Pasal 15 UU PTPK sebelum ditetapkan putusan MK Nomor 21/PUU-XIV/2016 adalah tidak diterapkannya asas lex specialis derogat legi generalis. Hubungan antara pemufakatan jahat menurut Pasal 88 KUHP dengan pemufakatan jahat menurut Pasal 15 UU PTPK setelah ditetapkan putusan MK Nomor 21/PUU-XIV/2016 adalah harus diterapkannya asas lex specialis derogat legi generalis.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Agus Prabowo dan Agus Manfaluthfi. Kajian Yuridis Terhadap Peran Mahkamah Konstitusi sebagai Positif Legislator atas Putusan No. 21/PUU-XII/2014 tentang Penambahan Objek Penetapan Status Tersangka dalam Praperadilan. Journal Diversi. Volume 3. Nomor 1. April 2017.

Agustinus Pohan, Topo Santoso, dan Moerings Martin (Editor). 2012. Hukum Pidana dalam Perspektif. Bali: Pustaka Larasan.

Ahmad Redi. Dinamika Konsepsi Penguasaan Negara atas Sumber Daya Alam (Dynamics of State Control Concept on Natural Resources). Jurnal Konstitusi. Volume 12. Nomor 2. Juni 2015.

Ahmadi. Kontroversi Penerapan Hukum: Telaah Sintesa Hukum Represif, Hukum Otonom dan Hukum Responsif. Jurnal Al-‘Adalah. Volume 9. Nomor 1. Januari 2016.

Allan Fatchan Gani Wardhana. Implikasi Putusan MK Nomor 92/PUU-XIV/2016. Jurnal Hukum. Volume 1. Nomor 1. 2018.

E. Fernando M. Manullang. Sesat Pikir Aplikasi Hermeneutika Hukum Menurut Hans-Georg Gadamer. Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-48. Nomor 2 April-Juni 2018.

Ismail Aris. Kedudukan KPK dalam Sistem Ketatanegaraan dalam Perspektif Teori The New Separation of Power (Kritik atas Putusan Mahkamah Konstitusi No. 36/PUU-XV/2017 dan No. 40/PUU-XV/2017). Jurnal Jurisprudentie. Volume 5 Nomor 2 Juni 2018.

Mahrus Ali. Mahkamah Konstitusi dan Penafsiran Hukum yang Progresi. Jurnal Konstitusi. Volume 7. Nomor 1. 2010.

Martitah. 2013. Dari Negative Legislature, Mahkamah Konstitusi, ke Positive Legislature? Jakarta: Konstitusi Pers.

Muhamad Lufti Juniarto Ahmad. Hak dan Kewajiban Suami Istri Akibat Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pembuatan Perjanjian Perkawinan Setelah Perkawinan Berlangsung. Jurnal Lentera Hukum. Volume 5. Issue 1. 2018.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni.

Nanang Sri Darmadi. Kedudukan dan Wewenang Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia, Jurnal Hukum. Volume XXVI. Nomor 2. Agustus 2011.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XIV/2016.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang.

Vidya Prahassacitta. Makna Upah Proses Menurut Mahkamah Konstitusi Dibandingkan dengan Beberapa Putusan Mahkamah Agung: Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-IX/2011. Jurnal Yudisial. Volume. 6 Nomor 3. 2013.

Published
2018-05-11
How to Cite
syah, irfan ardian. (2018). Tafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap Pemufakatan Jahat oleh Koruptor (Studi Putusan Nomor 21/PUU-XIV/2016). Jurnal Hukum Respublica, 17(2), 230-245. https://doi.org/10.31849/respublica.v17i2.1833
Abstract viewed = 447 times
pdf downloaded = 417 times